Unknown's avatar

About akhdaafif

a muslim, an Indonesia citizen, a Tegallover

Seperti yang Dulu

Pernahkah dikomentari teman-temanmu kalau kita yang sekarang “beda dengan yang dulu”? Biasanya komentar ini muncul dari teman-teman yang jarang ketemu. Bisa teman SMA, SMP, bahkan mungkin teman SD atau TK. Variabel “beda” ini beraneka macam. Ada yang dulu kelihatan culun, eh sekarang kok ya ndilalah ganteng dan cantiknya nggak ketulungan. Dulu dikenal pendiam, sekarang kok jadi enak diajak jalan bareng, becandanya asik, ngobrol apa aja tetep nyambung. Dulu ke mana-mana naik sepeda, jauh dikit ya naik angkot, sekarang kalo dateng ke mana-mana naik motor atau mobil pribadi.

Waktu SMA, saya beberapa kali makan bareng beberapa teman, di warteg dekat sekolah. Warteg itu dikenal sebagai warungnya tukang becak. Saat itu, sama sekali nggak ada malu-malunya kami makan di situ. Bukan apa-apa. Harganya murah bagi ukuran uang saku saya, juga teman saya ini yang sudah jadi anak kos, jauh dari keluarganya. Menu makan kami di situ ya seringnya orek (tempe kecap) dengan sayur. Kadang-kadang kalo ada duit lebih, lauknya nambah ikan atau ayam. Porsi nasinya segunung, porsi tukang becak. Teh tawarnya gratis. Dan kami makan dengan lahapnya, berlomba dengan pak becak yang duduk di samping kami, ditemani kepulan asap rokok dari pak tukang becak yang sudah tuntas makan.

Saya sering bertanya kepada diri sendiri, apa iya sekarang atau nanti kalo secara ekonomi dan status sosial saya jauh lebih mapan dibandingkan saat SMA, masih maukah saya makan di warteg itu lagi atau di warteg-warteg lainnya. Karena sering saya hanya ingin menikmati hal-hal pada masa lalu sekedar romansa, sekedar mengingat dan mengenang bahwa dulu saya pernah berada di sini, melakukannya karena memang tidak ada pilihan saat itu. Sekarang saya, mungkin juga Anda, lebih tertarik untuk menunjukkan betapa sekarang kita tampil berbeda dibandingkan dulu. Dengan menunjukkan bahwa saat ini kita sudah punya uang lebih, punya gelar mentereng, punya kenalan level tinggi, misalnya.

Berubah memang tidak masalah, apalagi ke arah yang lebih baik, baik ekonominya, status sosialnya, pendidikannya, ilmunya. Pun semakin berubahnya kita, akan selalu ada sisi diri kita yang mengajak untuk tetap seperti yang dulu. Paling tidak untuk mengingat sederhana dan bersahajanya kita saat itu. Mengajak untuk tetap berpijak ke bumi, meskipun kita sudah melambung tinggi ke langit.

Catatan dari Kaiserslautern: Jalan-Jalan di Jerman

Salah satu hal yang saya nikmati dari tinggal di Kaiserslautern atau Jerman adalah nyaman dan terjangkaunya transportasi umum. Di TU Kaiserslautern, tempat saya kuliah, ada fasilitas tiket semester yang terintegrasi dengan kartu mahasiswa. Hanya dengan menunjukkan kartu mahasiswa, saya bisa gratis naik semua bus lokal di Kaiserslautern. Bahkan tidak hanya di Kaiserslautern saja, kartu mahasiswa bisa membawa saya bertualang gratis hingga ke Heidelberg, Mannheim, Ludwigshafen, Zweibrucken, hingga Wurzburg di Bayern. Ya namanya juga paket mahasiswa, yang bisa gratis ya transportasi bus dan kereta lokal, tidak termasuk ICE (kereta super cepatnya Jerman).

Rahasianya ada di penyelenggara transportasi publik di Rheinland-Pfalz, salah satu negara bagian di Jerman tempat saya tinggal. Namanya VRN (Verkehrsverbund Rhein-Neckar). Daerah yang dikelolanya adalah Baden-Württemberg, Rhineland-Pfalz dan Hesse di barat daya Jerman. Saya sertakan petanya supaya ada gambaran area yang bisa dijangkau gratis oleh kartu mahasiswa yang saya miliki:

vrn area

Lumayan luas kan? Nah, yang saya tahu, area gratis ini tergantung dari kebijakan kerjasama masing-masing kampus. Detailnya saya kurang memahami. Intinya sih, mahasiswa yang kampusnya beda, bisa jadi beda area yang bisa gratis dikunjungi dengan bus dan kereta.

Selain fasilitas kartu mahasiswa untuk transportasi gratis, Jerman juga sangat ramah bagi mereka yang senang jalan-jalan. Ada fasilitas Schönes-Wochenende-Ticket (Happy Weekend Ticket), yaitu tiket akhir pekan di Sabtu atau Minggu untuk jalan-jalan di seluruh area Jerman. Tiket ini harganya 44 euro. Maksimal berlaku untuk 5 orang. Semua kereta dan bus lokal bisa kita gunakan. Kalau dihitung-hitung, setiap orang hanya bayar 8,8 euro. Terjangkau kan?

Tiket ini juga yang kami gunakan untuk jalan-jalan pengajian pekan lalu ke Aachen. Kami berangkat dari Kaiserslautern pukul 05.21 dan sampai kembali sekitar pukul 23.30. Untuk perjalanan di kereta saja bolak-balik perlu waktu 11-12 jam. Nikmat betul lah perjalanan sejauh itu ditempuh dalam satu hari. Belum lagi, medan jalannya ke Dreiländer Punkt (perbatasan tiga negara: Jerman, Belanda, Belgia) luar biasa, menanjak ketika berangkat, menurun ketika pulang, disertai hujan deras saat perjalanan.

Jalan-jalan di Jerman tidak selalu mahal. Dengan sering mencari informasi, kita bisa mendapatkan jalan-jalan murah, bahkan gratis. Kalau infrastruktur di Indonesia sudah baik, banyak kereta lokal, dan dibangun jalur-jalur yang menjangkau banyak daerah, akibatnya tiap akhir pekan banyak orang bisa jalan-jalan di sekitar daerah tinggalnya. Ekonomi daerah mungkin juga bisa lebih hidup dari sektor pariwisata. Mudah-mudahan harapan ini ke depan bisa diwujudkan.

Generasi Radio

Saya mengenal radio sejak SD. Setiap pagi, Bapak selalu menyetel radio untuk menemani aktivitas pagi di rumah. Bapak mencuci pakaian, ibu memasak, saya dan adik dapat jatah menyapu, menyiapkan baju, sepatu, juga mengeluarkan sepeda ke halaman depan. Bapak biasa menyetel radio untuk mendengarkan ceramahnya KH Zainuddin MZ. Pada jam 6, radio menyiarkan berita relay dari KBR68H. Begitu terus rutinitas pagi kami, sampai-sampai saya hafal isi ceramahnya KH Zainuddin MZ kata per katanya, hehehe….

Radio juga menjadi tempat saya dan adik berburu hadiah. Biasanya sore hari, ada radio yang rutin mengadakan kuis. Dengan bekal telepon rumah, kami berdua bekerjasama menjawab dan menghubungi radio tersebut. Kesulitan terbesar adalah bagaimana caranya supaya telepon kami masuk. Entah tepat atau keliru, sampai-sampai kami punya strategi yang aneh. Misalnya, dengan menekan nomor telepon radio tersebut, tapi menyisakan nomor terakhir yang baru ditekan ketika penyiar selesai memberikan pertanyaannya. Ya, lumayan lah dapat hadiah kuis radio. Nilainya memang tak besar, tapi serunya luar biasa 😀

Saat beranjak remaja, belum ada MP3 saat itu. Jadi kalau ingin mendengarkan aneka lagu yang lagi ngehits, ya harus dari radio. Kalau punya duit banyak, bisa ke toko kaset dan beli macam-macam kaset yang disukai. Nah, saat remaja inilah saya punya hobi yang aneh karena cekaknya duit yang saya punya, hehehe… Hobinya adalah merekam lagu-lagu hits yang saya sukai dari radio. Jadi, saya membeli kaset kosong. Kemudian, setiap sore atau malam, saya mantengin radio tape SONY, menunggu lagu yang saya incar. Lalu, ya tinggal tekan tombol REC sampai lagunya selesai diputar. Yang nyebelin adalah kalau suara penyiarnya ikut kerekam di awal atau akhir lagu, atau ketika saya telat menekan tombol STOP sehingga iklan juga ikut terekam. Ya terpaksa ditimpa rekaman itu, ganti dengan rekaman lagu yang lain. Saya lupa ada berapa kaset rekaman yang saya punya. Dan entah di mana posisinya sekarang. Mungkin sudah terbuang, hehehe…

Ketika pertama kali datang ke UI untuk registrasi, barang yang dibelikan pertama kali oleh Bapak kepada saya adalah radio tape. Radionya model klasik, tapi kualitas suaranya oke. Dengan radio itulah yang menemani awal-awal saya tinggal di asrama UI dan membuka pertemanan dengan teman-teman satu lorong. Ketika radio berpindah tangan karena dipinjam teman depan kamar saya yang bernama Faisal, beberapa kali kamarnya sering jadi tempat ngumpul geng lorong karena dia sering mengajak ndengerin sebuah program radio (saya lupa namanya :D) dan berakhir dengan ngobrol dan minum teh bareng. Adapun nasib radio itu sendiri sudah saya berikan ke adik kelas setelah saya lulus 😀

Saya tidak tahu di radio lain seperti apa, di sesi kirim salam lewat telepon di radio-radio Tegal terasa betul kehangatan antara penyiar dan pendengarnya. Obrolannya sangat-sangat akrab seperti teman dekat, khas dengan logat Tegalnya. Sering saya ikut tersenyum, bahkan tertawa mendengarnya. Karena itulah, bagi saya, radio lebih dari sekedar media. Ada banyak kenangan yang saya lalui bersama radio. Ada keakraban yang khas yang saya temukan hanya ada di radio. Mungkin Anda juga merasa begitu?

Semoga Berkah Umurmu Zoel!

Adik saya ini tidak lama selisih umurnya dengan saya, hanya 14 bulan. Karena sama-sama laki-laki, ada banyak keseruan yang terjadi di antara kami berdua. Saat kecil, kami berdua sering dikatakan kembar. Bukan hanya karena kemiripan wajah, melainkan juga kesamaan baju, celana dan lainnya. Jadi, kami berdua (harus) selalu memakai aksesoris yang sama setiap harinya. Bahkan, kalau orang tua ke toko, kemudian tidak ada ukuran dari baju atau celana dengan gambar atau warna sama bagi kami berdua, otomatis batal dibeli.

Jika dilihat dari sekolah, sejak TK sampai SMA kami berdua sekolah di tempat yang sama, bahkan kami kuliah di kampus yang sama tetapi beda fakultas, Jadi, banyak teman adik yang saya kenal. Juga banyak teman saya yang dikenal oleh adik. Otomatis, bapak dan ibu guru mengenal kami berdua. Kesamaan sekolah ini mungkin supaya orang tua kami lebih mudah mengawasi. Ya kalau saya bandel, ada adik saya yang melaporkan. Kalau adik yang bandel, gantian saya melaporkan. Hehehe…

Kesamaan baju dan sekolah tidak otomatis membuat kami punya watak dan kepribadian yang sama. Kami tumbuh dengan kepribadian yang unik. Mungkin orang lain berpikir bahwa adik saya banyak belajar dari kakaknya. Justru saya merasa sebaliknya. Saya yang banyak belajar dari adik saya ini. Adik saya ini waktu SMP sudah menjadi ketua OSIS di sekolahnya, yang mendorong saya untuk aktif berorganisasi, tidak hanya belajar saja, duduk manis di kelas. Adik saya juga yang memulai belajar menghafal quran sejak awal SMA, dan saya jadi “iri” mengikuti. Saya praktek jualan kaos juga belajar dari adik yang sudah bisnis pulsa terlebih dahulu.

Waktu memang berjalan sangat cepat, tanpa saya sadari. Kami sudah punya mimpi, karir dan tanggung jawab masing-masing. Mas tidak akan melepaskan ikatan darah kita, dik. Seperti pesan ibu dan bapak dulu saat kita mulai merantau, jangan lupa sama saudara, tetap saling kontak, karena cuma kita berdua anak-anaknya.

Zoel, semoga gusti Allah memberikan keberkahan di sisa umurmu, nikmat sehat dan rezeki yang halal, pasangan hidup yang menenangkan, juga tercapai cita-citanya. Aamiin… Semoga gusti Allah kasih kesembuhan buat sakit demam berdarahnya, jangan lama-lama di rumah sakitnya, ditunggu klien. Hahaha…

Terima kasih juga lebaran kemarin sudah banyak bantu mbak Syifa sama Carissa pas mudik di kereta sama di Tegalnya. Kata mbak Syifa, sampai dikira ayahnya Carissa pas datang ke kondangan, hahaha… Semoga tidak menurunkan pasaran nt bro! 😀

Empat Tahun Luar Biasa

Tepat hari ini, tepat 4 tahun Kaos Galgil kami berdiri. Saat usianya dua tahun, saya telah menuliskannya di sini. Maka, di tahun keempatnya ini, saya tak bosan untuk bercerita kembali.

Berhenti sejenak saat ini, kemudian kami melihat mundur 4 tahun lalu. Ada banyak hal yang sudah kami lakukan, juga masih banyak yang belum seperti di cita kami dua tahun lalu. Selama dua tahun terakhir, kami fokus memperbaiki pengelolaan keuangan, penambahan modal, dan perbaikan proses kreatif serta produksi. Masih belum maksimal sampai saat ini, tapi kami mensyukurinya sebagai langkah-langkah menuju Galgil yang lebih baik.

Galgil telah tumbuh dan berkembang menjadi salah satu ikon Tegal. Semakin banyak orang Tegal mengenal Galgil, dan menjadikan kaos kami sebagai salah satu kebanggaan, khususnya bagi para perantau. Kami sangat bersyukur, produk kami sudah menjelajah berbagai kota di Indonesia dan dunia. Diabadikan dengan berbagai gaya penuh percaya diri di sini. Betul bahwa ada kompetitor yang juga membuat kaos dengan desain Tegal. Namun, kami melihatnya dari sisi positif, bahwa kompetisi adalah keniscayaan dan diperlukan untuk mendorong menjadi lebih baik seterusnya.

Dalam bisnis, teman bisa menjadi saudara, tetapi saudara bahkan bisa menjadi musuh. Di Galgil, saya mengenal teman-teman yang sekarang seperti saudara, karena kebersamaan bekerja sama selama 4 tahun ini yang luar biasa. Ada kang Indra, kang Zaki, juga kang Itong, atas semua diskusi dan kerja barengnya. Terima kasih juga untuk kepercayaan dan dukungan rekan investor yang lain, juga rekan investor awal yang sekarang sudah tidak bersama kami lagi.

Terima kasih untuk semua penggemar Galgil, galgilovers, di manapun berada. Terima kasih banyak untuk setia menjadi sedulur kami mempromosikan Tegal di seluruh Nusantara, juga dunia.

Salam Galgil. Salam 4 tahun yang luar biasa!

Catatan dari Kaiserslautern: Lebaran

Menjalani puasa Ramadhan dan berhari raya ‘Idul Fitri tanpa keluarga, ditemani anak istri, memang terasa betul bedanya. Rasa kangen sedikit terobati ketika mengobrol dengan istri di Whatsapp, melihat foto Carissa yang semakin pintar tingkahnya. Kalau Carissa dan bundanya lagi senggang, tidak repot, happy, dan koneksi bagus, baru kami bertiga bisa ngobrol langsung lewat video call Line. Ya risiko LDR setelah menikah dan punya anak ya begini. Kami berdua tahu risikonya dan memahaminya bahkan sebelum kami menikah. Tapi kenyataan sering lebih pahit dari apa yang kita bayangkan, bukan? Hahahah…. Ya, mudah-mudahan Allah kuatkan keluarga kami yang berjauhan, memberikan keberkahan atas apa-apa yang sedang keluarga kami jalani. Aamiin…

Berlebaran pertama kali di Jerman pastinya berbeda dengan di tanah air. Malam takbiran terasa sepi. Saya sendiri takbiran di kamar, ditemani udara dingin malam dari jendela. Kalau capek, istirahat sebentar, minum atau nyemil. Kemudian, takbiran dilanjutkan sendiri. Malam itu, saya tidak bisa tidur. Soalnya tidur sorenya terlalu lama 😀 Juga cemas jika besok terlambat bangun untuk sholat ‘id. Maklum, 18 jam puasa telah mengacaukan sebagian jam tidur dan aktivitas saya.  Alhamdulillah, esok paginya saya tidak terlambat sholat ‘id. Saya memilih sholat ‘id di masjid Arab yang ada di Kaiserslautern. Jadwal sholat ‘id dimulai pukul 08.30. Tetapi saya sudah datang pukul 08.00. Suasana masjid masih cukup sepi. Sambutan ‘Ied Mubarak dari pengurus masjid menyapa hangat kami di pintu masuk.

Di dalam masjid, tidak ada takbiran seperti halnya di Indonesia. Masing-masing jamaah melantunkan takbir lirih. Saya pun mengikuti tradisi yang ada. Daripada risiko takbiran dengan lantang, malah berabe diliatin orang-orang semasjid 😀 Yang menarik perhatian saya adalah, sebelum dimulainya sholat ‘ied, panitia memberikan piagam penghargaan dan hadiah kepada pengurus yang telah berpartisipasi pada kegiatan Ramadhan di masjid. Hal seperti ini belum ada di Indonesia. Mungkin bisa diterapkan untuk memberikan motivasi kepada pemuda supaya lebih giat beraktivitas di masjid, khususnya pada bulan Ramadhan.

Pelaksanaan sholat ‘ied juga berbeda dengan di Indonesia. Makmum tidak mengikuti imam melakukan takbir tambahan pada rakaat pertama dan kedua. Jadi, ketika imam bertakbir, makmum ya diam saja. Karena di Indonesia terbiasa ikut takbir tambahan, ya saya lakukan saja. Baru setelah saya mencari informasinya, memang terdapat beberapa mazhab yang tidak mensyariatkan makmum untuk mengikuti takbir tambahan sholat ‘id. Alhamdulillah nambah ilmu lagi. Jadi jangan buru-buru bilang sesat ya kalau ada yang berbeda. Dicari dulu informasinya, siapa tahu memang ada mazhab yang menyebutkan demikian. Di Indonesia, kita banyak mengikuti pendapat Imam Syafii. Padahal, ada 3 mazhab lain yang juga diakui oleh kalangan ulama, dan menjadi rujukan juga bagi umat Islam di negara lain di dunia.

Selesai sholat ‘id, muslim Indonesia yang tinggal di Kaiserslautern sibuk berbelanja. Rencananya kami akan mengadakan acara makan-makan. Menunya memang tidak ada ketupat, opor, sambel goreng ati. Sangat repot untuk menyiapkan menu masakan itu. Sebagai gantinya, kami menyiapkan barbeque. Setiap pengunjung diharuskan membayar iuran 2 euro, kalau mau lebih ya diterima dengan senang hati 😀 Acara cukup rame, dihadiri sekitar lebih dari 25 orang, dan tidak semuanya muslim. Acara ini memang terbuka bagi siapa saja. Yang penting konfirmasi kehadiran dan bayar iuran, hahah… Beberapa foto sempat saya ambil dan saya posting di sini. Pulang acara, badan masuk angin dan kepala kliyengan. Mungkin karena cuaca dingin dan saya tidak memakai jaket. Penyakit bengek saya dari dulu, ya masuk angin. Bahkan di Jerman pun bisa masuk angin, hahah… Alhamdulillah setelah dibawa tidur, esok paginya badan segar kembali 😀

Sebagian besar dari kita sering keliru memahami hari raya ‘idul fitri sebagai momen penyucian diri, kembali kepada fitrah. Jika dilihat dari maknanya, ‘idul fitri terdiri dari dua kata. Kata pertama, ‘idul dalam bahasa Arab terdiri dari ‘ain, ya, dal. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Hari Raya”. Adapun, fitri dalam bahasa Arab terdiri dari fa, tha, dan ra. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Makan” atau “Makanan”. Jadi secara bahasa “Idul Fitri artinya adalah “Hari Raya Makan”. Tidaklah keliru jika salah satu sunnah Rasul sebelum sholat ‘id adalah makan besar, untuk membedakan dengan saat puasa selama Ramadhan yang baru saja berlalu. Karena itu, arti zakat fitr adalah dengan memberi makanan pokok kepada 8 golongan. Supaya pada “Hari Raya Makan” tersebut tidak ada lagi orang kelaparan dan bisa bersuka cita makan. Mungkin terdengar aneh bagi kita, tapi faktanya demikian. Inilah salah kaprah luar biasa dalam masyarakat kita.

Juga tentang kebiasaan berpuasa 6 hari di bulan Syawal, jangan kaget jika ada yang menyatakan bahwa puasa itu tidak ada dalilnya. Karena mazhab Imam Malik memang terang-terangan memakruhkan amalan tersebut. Jangan terburu-buru menyatakan Imam Malik sesat dan tidak tahu dalil. Kitab beliau Al Muwatho adalah karya terbesar dari ulama pada zamannya, karya terbaik sebelum munculnya Hadits Shahih Bukhori Muslim. Imam Malik menilai hadits ahad (tunggal) adanya puasa tersebut kalah kuat dibandingkan amalan penduduk Madinah saat itu. Mungkin bagi kita yang belum tahu, salah satu rujukan mazhab Maliki adalah amalan penduduk Madinah. Jika ada hadits tunggal shahih dan penduduk Madinah beramal berbeda dengan hadits tersebut, maka yang diambil pendapat terkuat adalah amalan ahli Madinah. Pada kasus puasa Syawal ini, penduduk Madinah tidak mengerjakannya. Namun, jika kita mengerjakannya pun tidaklah mengapa. Selain Imam Malik, semua ulama mazhab menghukumi sunnah puasa 6 hari di bulan Syawal. Hanya Imam Malik yang memakruhkannya.

Di akhir tulisan ini, saya mengucapkan selamat Hari Raya ‘Idul Fitri, selamat makan-makan. Taqabbalallahu minna wa minkum. Semoga Allah menerima amal ibadahku dan kita semua. Semoga juga Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan berikutnya. Aamiin ya Rabbal ‘Aalamiin…

rujukan informasi:
1. Takbir Tambahan Sholat ‘Id
2. Makna Idul Fitri
3. Puasa Syawal Makruh?

Catatan dari Kaiserslautern: Memilih Presiden

Sepanjang sejarah pemilu Indonesia, baru pemilihan presiden tahun ini yang luar biasa ketatnya. Pertempuran di media sosial luar biasa hebohnya. Juga pertempuran darat di kantung-kantung suara yang tidak kalah serunya. Dengan adanya dua calon, membuat kita terpolarisasi. Kalau tidak pilih capres sini, ya pilih capres situ. Keramaian ini sayangnya tidak diikuti dengan sikap kedewasaan masing-masing pendukungnya. Perbedaan pilihan seolah menempatkan satu golongan berada di surga, dan golongan yang satunya berada di neraka. Yang mulanya berteman, karena berbeda pilihan akhirnya bermusuhan.

Padahal, guru-guru bangsa kita telah memberikan contoh. Aidit (PKI) adalah lawan politik Natsir (Masyumi) di parlemen. Saking emosinya, Natsir bilang rasanya ingin menghajar kepala Aidit dengan kursi. Tapi, hingga rapat selesai, tak ada kursi yang melayang ke kepala Aidit. Malah, begitu meninggalkan ruang sidang, Aidit membawakannya segelas kopi. Keduanya lalu ngobrol tentang keluarga masing-masing. Itu terjadi berkali-kali. Seusai rapat parlemen dan tidak ada tumpangan, Pak Natsir sering dibonceng sepeda oleh Aidit dari Pejambon.

Atau Buya Hamka yang dipenjara oleh Soekarno pada 1964-1966 atas tuduhan subversif. Sebelum Soekarno meninggal, beliau menyampaikan wasiat bahwa ia menginginkan sholat jenazahnya dipimpin oleh Buya Hamka. Dengan kebesaran jiwanya, Buya Hamka mengesampingkan apa yang telah diperbuat Soekarno kepada dirinya. Beliau menyanggupi dan memimpin sholat jenazahnya.

Besok adalah masa ketika negara memberikan ruang kepada setiap warganya untuk ikut menentukan siapa pemimpin negara ini 5 tahun ke depan. Betul bahwa memilih adalah hak warga negara, bukan kewajiban warga negara. Tapi, saya sangat menyarankan teman-teman menggunakan hak pilihnya. Satu suara kita adalah sumbangsih majunya Indonesia ke depan.

Di Jerman, saya sudah ikut memilih lewat pos. Surat suara dikirimkan oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri Frankfurt (PPLN) Frankfurt. Suratnya saya terima hari Rabu, 2 Juli 2014. Setelah mencoblos, surat suara saya kirimkan hari Minggu, 6 Juli 2014. Untuk pencoblosan langsungnya, sudah dilakukan serentak di seluruh TPS yang ada di Jerman pada Sabtu, 5 Juli 2014. Adapun penghitungan suara dilakukan dua kali, yaitu pada 9 Juli 2014 dan 13 Juli 2014. Pada 9 Juli untuk menghitung surat suara hasil coblosan di TPS. Yang tanggal 13 Juli untuk rekapitulasi surat suara lewat pos.

Dan setelah pemilu usai, mari kita sama-sama mendukung siapapun presiden dan wakil presiden yang terpilih. Bagaimanapun, begitulah kehendak rakyat Indonesia saat ini. Kita besarkan jiwa, menerima kekalahan, dan menyiapkan kemenangan. Yang kalah mengakui yang menang. Yang menang merangkul yang kalah. Kita adalah satu bangsa. Kita adalah satu saudara. Kita bersama bangun bangsa dan negeri ini, untuk Indonesia Raya.

surat suara 1 surat suara 2

Utamanya Keberkahan

… Kemudian Nabi SAW menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” [HR Muslim no 1015]

Beberapa waktu lalu, saya berinteraksi dengan salah seorang teman baik. Beliau bekerja sebagai pegawai negara di salah satu instansi. Beliau berkeluh kesah tentang begitu mengerikannya godaan korupsi dalam pekerjaannya. Yang dikhawatirkannya adalah begitu abainya orang-orang dengan perilaku korupsi yang kecil-kecil. Seseorang memang tak otonom terhadap sistem yang korup. tetapi dia merdeka atas dirinya. Sistem boleh korup, tapi ketika dia mendapat bagian, dia punya pilihan atasnya: menerima atau menolaknya.

Bahkan beliau sampai pada suatu keyakinan bahwa tidak ada profesi yang bersih. Oknum akademisi ikut melacurkan dirinya dengan rente agar mereka diberi proyek oleh pemerintah, melakukan penelitian asal-asalan, dan semua senang-senang saja.  Juga oknum pedagang toko yang mau berkongkalikong dengan menyediakan nota kosong saat jual beli.

Paparan beliau ini menyentak saya, mengingatkan kembali bahwa saya harus mengetahui dengan pasti kualitas harta yang diperoleh, dimiliki, dan dikeluarkan. Apalagi sekarang saya sudah menanggung istri dan anak. Apa yang saya berikan kepada mereka, akan menjadi darah dan daging. Dan saya punya kewajiban untuk menjaga keluarga saya dari harta yang syubhat, apalagi yang jelas-jelas haram.

Saya dan teman-teman mengelola bersama Kaos Galgil di Tegal. Sebagai pengelola keuangan, saya mengingat betul pesan Umar bin Khattab ra ketika menjadi khalifah, saat beliau mengusir para pedagang yang tidak mengerti halal-haram dalam jual beli di pasar Madinah. Di bisnis di mana kami punya kuasa penuh di dalamnya, kami menguatkan diri supaya dijalankan sesuai syariat Islam, meskipun bisnis kami tidak ada label syariahnya. Kami mencatat semua pemasukan dan pengeluaran, kemudian membagi hasil usaha sesuai dengan persentase untung atau ruginya pada bulan berjalan. Kami menjaga diri dari riba, sehingga tidak meminjam di lembaga keuangan. Juga tidak membagi hasil dengan memberikan jaminan sekian persen dari modal, karena itu juga termasuk riba.

Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang menyerahkan riba, pencatat riba dan dua orang saksinya. Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama” [HR. Muslim no 1598]

Pada hal-hal yang saya masih kesulitan atau tidak mungkin untuk menolak sesuatu yang saya ketahui kesyubhatan atau pasti keharamannya, maka yang saya lakukan adalah segera “membuangnya”. Dibuangnya untuk fasilitas sosial dan tidak saya klaim bahwa itu adalah infaq, shodaqoh atau zakat dari saya. Itulah yang saya pahami dari ilmu fiqih para ulama. Pun dalam hutang piutang, saya sangat berhati-hati. Saya khawatir, ketika saya mati, masih ada hutang. Karena itu, saya termasuk yang rewel dalam hal ini. Kalau saya punya piutang ke teman, saya rajin menagih. Kalau saya kepepet dan terpaksa berhutang, saya akan minta untuk selalu diingatkan dan berusahaa segera melunasinya.

Mari kita sama-sama meningkatkan ilmu dan pemahaman supaya tahu kualitas harta kita. Bukan banyak dan sedikitnya harta yang jadi ukuran kemuliaan kita di hadapan Allah, tapi kehalalan atas apa yang kita peroleh, miliki, dan keluarkan. Inilah yang membuat Allah memberkahi hidup kita.

Catatan dari Kaiserslautern: Menemani Kesendirian

Kegiatan yang dilakukan sehari-hari sebagai mahasiswa ya kuliah dan belajar, pastinya. Total ada 7 mata kuliah+4,5 jam seminggu kursus bahasa Jerman level A2.1. Lumayan mabok, khususnya buat mahasiswa pas-pasan kayak saya. Selalu saya ingat pesan saya ke diri sendiri lewat tulisan ini biar tetap semangat 😀 Selain itu, sampai saat ini saya masih istiqomah untuk masak sendiri. Alhamdulillah. Mudah-mudahan bisa awet. Hehehe…  Jangan bayangkan masak level berat. Yang saya lakukan adalah menggoreng ayam, nuget, tempe, telur dan divariasikan dengan indomie rebus atau goreng. Kalau sarapan, sediakan sereal atau roti dengan selai. Ya, pinter-pinter ngaturnya aja, biar nggak bosen dan muak dengan sajian sendiri. Hahahaha….

Nah, selain kegiatan rutin itu, ada beberapa hal yang saya lakukan untuk menemani kesendirian saya di sini setiap harinya. Maklum, jauh dari anak istri. Komunikasi sama anak istri, orang tua, adek alhamdulillah lancar. Meskipun beda waktu, bisa lah dicari jalan tengahnya. OK, balik lagi ke topik awal. Ada banyak sih sebetulnya yang saya lakukan di sini. Awal datang, rekomendasi teman yang kasih link untuk belajar hadits dari sini. Banyak juga ternyata. Lumayan buat nambah ilmu. Terus ada rekomendasi nonton film Umar bin Khattab, khalifah kedua yang luar biasa kualitasnya. Monggoh bisa ditonton di sini. Pake subtitle bahasa Inggris. Tapi saya lebih menikmati bahasa Arabnya malah. Itung-itung sambil belajar. Oh ya, ada baiknya sudah baca Shirah Nabawiyah dulu. Biar lebih paham tokoh dan jalan ceritanya. Kalau nggak, juga nggak papa sih 🙂

Nah, yang lainnya adalah menonton Indonesia Lawak Klub dan Stand Up Comedy Indonesia (SUCI 4). Saya menyukai komedi. Sejak dulu adanya Srimulat, saya selalu berjaga di depan TV setiap Kamis malam jam 1/2 10. Ketika Srimulat redup dan stand up comedy menemukan panggungnya di Metro TV, saya pun menyukainya. Nah, momen nonton humor yang lagi ngetren ya dua itu. ILK dengan Cak Lontong, Komeng, dan kang Deny yang saya suka. Di SUCI 4, jagoan kita mah bang David dengan Betawinya yang satir sama bang Dzawin alumni pesantren yang gokil. Materi lawakannya nggak selalu lucu. Ada yang garing dan nyrempet-nyrempet bahaya. Tapi ya saya menikmatinya sebagai hiburan. Nggak gampang buat naskah untuk melawak seperti itu. Selain bakat, harus banyak riset dan pengalaman juga. Nah, bang Pandji adalah salah salah satu komik yang bisa dibilang sukses. Parameternya apa? Dia sudah tiga kali membuat konser stand up comedy. Terakhir, dia bisa melawak lebih dari 1 jam. Top lah!

Yang terakhir, saya senang menikmati program Music Everywhere-nya NET TV dari Youtube. Penyanyi yang ditampilkan OK. Dari jaman baheula sampai masa kini dan full dari Indonesia. Aransemen musiknya dikemas apik. Juga kualitas gambar HD yang wow. Saya suka penampilan utuhnya Sheila on 7, legenda dah nih grup! Tinggal nunggu Padi nih yang belum tampil. Ada Pilihanku-nya Maliq and D’Essentials, istri juga suka grup ini. Juga Gerangan Cinta-nya Java Jive, Selamat Ulang Tahun-nya Jamrud, Sepatu-nya Tulus. Ada tembang apiknya Bis Sekolah dan Bujangan-nya Eyang Koes Plus, performa full Kahitna, sama suguhannya Project Pop. Asik menikmati sambil ngerjain tugas atau melepas penat seusai kuliah. Terima kasih sudah mau mengunggah dan membiarkan perantau seperti saya menikmati kegembiraan kecil, hahah…

Mungkin aneh ya, belajar hadits, ndengerin lagu sama lawakan bisa barengan. Hahaha. Ya begitulah saya. Adanya begitu. Nggak perlu lah pencitraan ini itu, haha… Selamat menikmati Jumat penuh berkah. Terima kasih sudah mau membaca tulisan ini 🙂

Ruh-Ruh yang Bersama

Ruh-ruh adalah seperti tentara yang berbaris-baris, maka yang saling mengenal akan bersatu dan yang saling mengingkari akan berselisih [HR. Bukhari & Muslim]

Pertengahan 2011 jadi salah satu masa yang paling menegangkan bagi saya, ketika akhirnya saya memutuskan untuk melamar seorang wanita bernama Syifa Kifahi, yang sekarang sudah sah jadi istri dan ibu anak saya :D. Boleh dikatakan, saya belum begitu lama mengenalnya. Meskipun seangkatan dan dari kampus yang sama, justru saya kenal ketika sudah lulus dari kuliah, hehe. Bismillah sama sholat istikharoh. Berbekal yang saya tahu bahwa istri saya agamanya baik dan asal keluarganya dari Tegal, Sesederhana itu kah? Bukan sederhananya, yang penting prosedurnya yang bener. Dimantepin dulu sama Allah, minta petunjuk. Nikah kan nggak main-main.

Ketika resmi menjadi istri, saya semakin mengenali sifatnya. Ada seriusnya, ada galaknya, ada feminimnya, ada becandanya. Biarlah detailnya kami berdua yang menyimpannya. Gak baik mengumbar aib keluarga di depan publik 😀 Yang saya baru sadari setelah menikah, ternyata banyak sifat kami berdua yang mirip. Atau banyak hal yang lebih sering kami sepakati daripada selisihi. Dan untuk yang berbeda, kami saling melengkapi. Kalau yang satunya emosi, yang lainnya menenangkan, mengalah. Pun sebaliknya. Kemudian, saya menemukan hadits di atas yang mewakili apa yang saya rasakan. Kita akan cenderung dengan yang sama dengan kita, ketika berteman, bekerja, juga menikah.

Di tanggal lahir Bunda hari ini, Ayah mendoakan semoga Allah memberkahi sisa umur Bunda dengan kebaikan. Terima kasih ya sudah jadi partner Ayah. Semoga Allah juga membersamakan ruh-ruh kita di surga-Nya. Aamiin…