Unknown's avatar

About akhdaafif

a muslim, an Indonesia citizen, a Tegallover

Nyamuk di Kamar Kami

Di kamar yang ditinggali oleh saya, istri, dan anak memang sering ditemani oleh nyamuk. Sepertinya hal ini dipengaruhi posisinya yang ada di pojok belakang. Apalagi pada saat tidak ada hujan, nyamuk-nyamuk ini sungguh merepotkan kami, meskipun sudah dipagari dengan kawat anti nyamuk di jendela dan pintunya.

Sebetulnya bagi saya dan istri, adanya nyamuk ini biasa saja. Namun, bagi putri kami yang masih 5 bulan, ini jadi masalah. Ketika dia sedang asyik tidur, tiba-tiba menangis kencang. Kami kebingungan. Baru setelah digendong, kami menyadari ada jejak bentol nyamuk di badannya.

Yang membuat kami lebih jengkel, nyamuk ini lincah luar biasa. Tubuhnya kecil. Mampu berakrobat dengan sempurna di antara ayunan raket listrik. Maka, kami pun lebih sering pasrah jika masih ada nyamuk jenis ini.

Baru keesokan paginya, kami melihat nyamuk yang kurus tadi sudah menjelma menjadi nyamuk gemuk. Dan terbangnya sudah tak lihai lagi. Dia terlalu kenyang menghisap darah kami bertiga. Saat itulah, saya santai saja membunuhnya dengan raket listrik.

Nyamuk ini tidak tahu, bahwa kerakusan makannya mengantar ke kematiannya sendiri.

Menanti Berbuka

Berpuasa bagi sebagian orang adalah penundaan sementara atas berbagai keinginan. Karena semua ingin itu akan terbayar lunas ketika azan maghrib berkumandang. Bahkan seringkali terbayar lebih.

Hidangan berbuka tak cukup satu dua macam. Tak cukup hanya teh manis. Kalau bisa, es kelapa muda, es kopyor harus terhidang. Juga menu makan malam yang harus beraneka jenisnya. Yang di hari biasa tidak ada, kalau bisa diada-adakan. Tidak biasa makan ayam, pas Ramadhan harus ada ayam.

Kerakusan ini bukan hanya pada yang terhidang. Nafsu makan pun ikut mengiringi. Karena seharian tidak makan, artinya malam ini kita harus makan sebanyak mungkin. Padahal, kata Rasul 1/3 perut itu untuk makanan, 1/3-nya untuk minuman, dan 1/3 sisanya untuk udara.

Sedangkan bagi orang fakir miskin, setiap harinya adalah puasa. Azan maghrib pada Ramadhan tidak ada bedanya dengan azan maghrib di waktu lainnya. Mereka tidak tahu harus makan apa. Pekerjaan sudah sulit. Uang yang diperoleh sedikit. Harga kebutuhan semakin melejit.

Intinya puasa adalah mengendalikan. Jika kemudian kita gagal mengendalikan, bahkan diri kita sendiri, puasa kita hanya seremoni, di mana aktivitas yang kita lakukan hanya menanti berbuka.

Tuhan Tahu, tapi Menunggu

Tuhan tahu, tapi menunggu [Leo Tolstoy]

Salah satu keinginan saya yang belum tercapai ketika SMP adalah naik kereta api. Tempat tinggal saya dekat dengan stasiun, tapi belum pernah sekalipun saya bepergian dengan kereta api. Keluarga kami jarang bepergian. Selain tidak ada kendaraan, orang tua juga jarang mengajak kami berlibur jauh. Hanya beberapa kali keluarga dalam rentang tahun yang lama kami mengunjungi saudara di Jakarta. Itupun menggunakan mobil travel.

Pernah saya malu bergaul dengan teman-teman karena belum pernah naik kereta api. Mungkin terasa aneh, tapi bagi anak seusia itu, hal-hal remeh sangat penting dalam pergaulan. Saya sempat pesimis saya akan pernah naik kereta karena rekam jejak bepergian yang sangat minim.

Tiba-tiba, saat kelas 1 SMA, sekolah mengirimkan saya mengikuti lomba matematika di IPB. Dan kami ke sana dengan kereta api! Kemudian, kesempatan lain datang seperti tidak diduga. Belum setahun kuliah, saya sudah merasakan naik pesawat. Kali ini dalam rangka mewakili kampus mengikuti suatu perlombaaan.

Berikutnya, Allah kasih saya ke luar negeri dan beberapa daerah di nusantara. Dan saya tidak perlu mengeluarkan uang untuk itu. Dari seluruh banyak doa dan harapan kita, Tuhan selalu mendengar. Dia hanya sedang menunggu waktu yang tepat bagi kita untuk menerimanya.

Transaksi Nurani

Tidak begitu ingat, mungkin akhir SD atau awal SMP, setiap pulang sekolah ada seorang penjual kerupuk yang lewat di depan rumah. Penjualnya wanita tua. Melihat keriput kulit dan putih rambutnya, usianya sekitar 60-an tahun. Kami memanggilnya ‘mbah’. Barang jualan mbah adalah kerupuk gender. Siang terik jualan kerupuk, tidak menarik bagi kebanyakan orang yang lebih menanti minuman segar atau semacamnya.

Lebih dari sekali dua kali, ibu atau bapak meminta kami memanggil mbah untuk membeli kerupuknya. Seusia saya saat itu, merasa bingung dengan apa yang dilakukan oleh ibu maupun bapak. Kerupuk di kaleng masih ada. Buat apa beli-beli kerupuk lagi? Kan sayang dengan uangnya.

Hingga kemudian, saya menyadari bahwa membeli kerupuk gender itu bukan karena kami perlu membelinya. Ada pesan yang ingin diajarkan bagi kami, dalam jual beli tidaklah harus bahwa kami memerlukannya. Atau bersandar pada kepentingan untung rugi. Kadang dengan membeli, kita bisa membantu. Kita ingin menunjukkan, kita menghargai kerja kerasnya.

Dengan kondisi serenta itu, adalah berhak baginya untuk meminta bantuan tanpa perlu berdagang. Namun, dia punya harga diri untuk tidak membiarkan dirinya menjadi pengemis. Kemuliaan inilah yang sedang kami apresiasi, meski nilainya jauh lebih tinggi dari harga kerupuk yang kami beli.

Yang Berkesan

Suatu waktu, saya bersama adik pulang ke Tegal dari Stasiun Gambir. Ketika masuk ke dalam kereta Cirebon Express, yang kami tumpangi, kami berpapasan dengan seseorang yang menggunakan Kaos Galgil. Dengan wajah sok penasaran, saya dekati orangnya. Kemudian, terjadilah percakapan, seolah-olah saya tertarik dengan kaos yang dipakainya. Tanpa saya duga, orang ini semangat betul menceritakan kaos yang dia pakai. Tempat di mana dia belinya. Harga kaosnya. Hingga dia berani menjamin bahwa kualitas kaosnya itu adem, enak dipakai, dan tahan lama. Seakan-akan dia mengajak saya untuk tidak ragu membelinya. Saya tersenyum, kemudian mengiyakan.

Ada banyak hal menarik dalam hidup saya. Namun, bertemu dengan seseorang yang menggunakan produk kaos yang kami kelola, itu rasanya luar biasa. Apalagi, mereka mempromosikannya dengan begitu semangatnya. Ada yang mengabadikan dalam bentuk foto kemudian menge-tag ke facebook kami.

Bukan sekali dua kali saya menemui orang-orang berbuat demikian. Itu menambah keyakinan saya, bahwa bisnis bukan sekedar mencari keuntungan. Kami menikmatinya. Setiap detik demi detik prosesnya. Langkah-langkah pelajaran yang kami peroleh. Semuanya. Sungguh, luar biasa mengesankan.

Anda berani mencoba? 😀

Anugerah Kebaikan yang Terjaga Kesuciannya

21 Februari 2013

Pukul 02.00

Istri membangunkan saya. Air ketubannya pecah. Segera saya bangun, kemudian mencari taksi. Baru 20 menit saya bisa memperoleh taksi. Setibanya di kontrakan, ternyata istri sudah menghubungi adiknya untuk menjemput menggunakan mobil. Akhirnya kami bergegas menuju ke RS Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat. Setelah dicek di UGD, istri kemudian dibawa ke ruangan inap.

Pukul 09.00

Dokter kemudian memutuskan melakukan induksi. Air ketuban sudah keluar banyak, tapi masih pembukaan pertama. Perihnya luar biasa. Istri kesakitan. Menahan sakit. Meremas-remas tangannya. Juga tangan saya sendiri. Tetap dengan kalimat istighfar. Awalnya tiap 20 menit. Hingga mendekati pukul 11.30, sakitnya sudah tiap 2 menit.

Pukul 11.55

Tanda-tanda akan lahir sudah mulai muncul. Istri segera dipindahkan ke ruang persalinan. Saya tegang. Pengalaman pertama sekaligus memang hanya kami berdua yang ada di RS. Entah dorongan dari mana, ternyata saya berani masuk ke ruang persalinan untuk melihat istri melahirkan! Melihat darahpun kepala saya pusing, tapi ini kok malah berani. Ajaib 😀

Dokter sudah masuk ke ruangan. Tepat pukul 12.00 saya menelepon ibu, bapak, adik dan mertua. Meminta doa restu karena istri sedang berada di antara hidup dan matinya. Saya masuk kembali ke ruangan. Tegang. Dokter meminta istri untuk mengejan. Saya mengiringi dengan kalimat “la haula wa la quwwata illa billah”. Membisiki istri untuk tetap ingat Allah. Dokter meminta istri mengejan lagi. Kepala si kecil sudah nongol. Terus, kata dokter. Dan di pengejanan ketiga, si kecil berhasil keluar dengan selamat. Pukul 12.07. Alhamdulillah….

Haru benar perasaan saya. Langsung bersujud syukur di ruangan itu. Lafaz hamdalah terus meluncur. Proses persalinan si kecil berlangsung dalam tempo yang singkat. Sangat singkat. Dan alhamdulillah bisa melahirkan dengan normal. Padahal, saat awal kami sempat cemas harus sesar karena mata istri sudah minus 8.

22 Februari 2013

Ini waktunya kami mengumumkan namamu nak ke seluruh dunia:

CARISSA HUSNA AFIFAH

Doa kami supaya engkau menjadi ANUGERAH KEBAIKAN DARI ALLAH YANG TERJAGA, BAIK IMANNYA, AKHLAKNYA, JUGA AKALNYA

*tulisan ini dibuat sebagai kado aqiqahmu hari ini nak. jadi hamba yang sholehah ya nak 😀

Image

Toleransi Natal

Aside

Sebuah rangkaian tweet menarik dari Salim A Fillah tentang Natal. Semoga bermanfaat buat kita semua.

1. Natal ini, terkenang ujaran Allahu yarham KH Abdullah Wasi’an (kristolog Jogja -red); “Saudara-saudaraku Nashara terkasih, beda antara kita tidaklah banyak.”

2. Wasi’an: “Kalian mengimani Musa, juga ‘Isa. Kamipun sama. Tambahkanlah satu nama; Muhammad. Maka sungguh kita tiada beda.”

3. Wasi’an: “Kalian imani Taurat, Zabur, & Injil. Kamipun demikian. Tambahkan Al Quran, maka sungguh kita satu tak terpisahkan.”

4. Sungguh adanya kerahiban jadikan kalian lembut hati & dekat pada kami; sementara Yahudi & musyrik musuh terkeras kita. (QS 5: 82).

5. Tapi mungkin memang sudah tabiat ‘aqidah, satu sama lain tak rela jika kita tak serupa dalam agama secara sepenuhnya. (QS 2: 120).

Continue reading

Hikmah dari Bandung

Waktu itu, saya berkunjung ke seorang rekan. Ketika sholat maghrib, kami berdua sholat di masjid, dekat mall BIP. Setelah sholat, ternyata ada kajiannya. Berikut yang saya peroleh dari kajian tersebut, telah saya share di akun twitter saya, @akhdaafif. Semoga bermanfaat

(1) kali ini mau berbagi #ngaji yang saya dengarkan kemarin malam di masjid sekitar BIP Bandung bareng @fahmimachda

(2) habis singgah untuk sholat maghrib, eh ternyata ada sesi #ngaji .berikut apa yang disampaikan beliau

(3) bahwa siksa kubur itu benar-benar ada. seseorang setelah meninggal, di alam kuburnya akan diberikan siksa dan nikmat kubur #ngaji

(4) semuanya tergantung amalan orang tersebut selama berada di dunia #ngaji

(5) suatu ketika datang seorang wanita yahudi menghadap rasul, meminta doa untuk dijauhkan dari azab kubur #ngaji

(6) aisyah ra yang mendengarnya kemudian bertanya kepada rasul, apakah benar ada siksa kubur? rasul mengiyakan #ngaji

Continue reading

Tentang Bu Ita

(1) mau berbagi #ngaji @ChatingdenganYM edisi jumat malem pekan kemarin. subhanallah hikmah yang didapet

(2) kisahnya tentang bu ita, seorang ibu yang jadi tukang ojek, pedagang, dan tukang cuci #ngaji

(3) beliau sudah 7 tahun menekuni pekerjaan itu. tidak ada pilihan karena suaminya terkena stroke. usia suaminya sekarang 46 tahun #ngaji

(4) anaknya dua. satunya sudah lulus smk. yang bungsu kelas 3 smp #ngaji

(5) pagi abis subuh dia berangkat ngojek. jam 8 kembali ke rumah, memandikan dan menyuapi sarapan suaminya #ngaji

(6) sambil ngojek, beliau dagang susu kedelai. malamnya baru mberesin cucian. luar biasanya, beliau nyuci dengan tangan #ngaji

Continue reading

Halte Prestasi

Siang awal Oktober, seorang rekan di tim Kaos Galgil menyampaikan sebuah berita. Keikutsertaan kami dalam Lomba Kreasi dan Inovasi di Pemkab Tegal membawa kami sebagai juara I. Sontak, sisi manusiawi saya gembira bukan kepalang. Ini adalah salah satu prestasi yang punya arti penting. Pengakuan juara I berarti kerja keras dan doa kami mengelola Kaos Galgil diapresiasi. Diberikan pengakuan yang positif.

Tidak lama setelah pengukuhan juara tersebut, datang pesan melalui facebook saya. Mengundang tim Galgil untuk menjadi tamu talkshow di sebuah radio di kota Tegal. Temanya tentang semangat inspiratif pemuda.

Dua prestasi berturutan ini bagi saya pribadi, sungguhlah istimewa. Namun, kami selalu memahami bahwa setiap pencapaian hanyalah halte. Hanya sementara dan bukan tujuan akhir. Sejatinya, kemenangan, keunggulan, atau apapun namanya tidaklah membuat kita lalai dan merasa lebih unggul dari yang lainnya. Kemenangan hakiki yaitu ketika kita mampu menundukkan ego kita sendiri, hingga sampailah kepada derajat ahsanu taqwim, sebaik-baik penciptaan.

Semoga Allah meridhoi amal kami, menguatkan kesabaran kami, meneguhkan keistiqomahan kami. Masih banyak cita yang belum ditunaikan. Paling tidak, untuk tanah lahir kami tercinta.