Risalah Paris (part I)

Tulisan ini adalah bagian pertama dari empat rangkaian tulisan tentang pengalaman, kesan, dan segala sesuatu yang mengiringi proses perjalanan saya ke Paris (26 Juni-3 Juli). Tujuan keberangkatan ke Paris ini adalah untuk menghadiri suatu conference tentang Knowledge Discovery yang diselenggarakan oleh ACM (Association Computing Machinery). Mengingat adanya niat, tetapi tiadanya biaya, akhirnya kami mengajukan proposal ke KAUST (kampus S2 kami) supaya mau menanggung segala kebutuhan kami menuju ke sana. Proposal diajukan pada akhir April. Dan alhamdulillah, pada pertengahan Mei mendapatkan jawaban lewat email bahwa proposal kami di-approve. Kemudian bersegeralah kami menyiapkan segala sesuatunya, mulai dari pendaftaran, pencarian hotel, visa, asuransi dan segala hal lainnya. Tantangan pertama datang dari prosesi pembayaran untuk registrasi, hotel dan asuransi. Semuanya harus dibayarkan melalui kartu kredit. Alamaaak… mana punya kita kartu kredit. Tabungan aja seada-adanya 🙂 Alhamdulillah, Allah membantu dengan mengetuk hati salah seorang keluarga untuk rela meminjamkan kartu kreditnya kami gunakan.
Tantangan tak berhenti di situ. Tantangan berikutnya adalah adanya jadwal acara ke Singapore pada awal Juni. Ini membuat kami tidak bisa segera meng-apply visa, karena passpornya dipakai dulu buat ke Singapore. Dan ketika akan mengurus visa, ternyata antrian di Jakarta sudah penuh. Kami baru bisa memasukkan aplikasi pada tanggal 17. Padahal, layanan visa adalah 10 hari kerja dan tiket pesawat sudah terpesan untuk tanggal 26. Alhamdulillah, Allah kasih bantuan lagi. Ternyata, visa bisa diurus dari perwakilan Perancis yang ada di Surabaya. Dan di sana memerlukan waktu 14 hari. Aplikasi pun masuk ke perwakilan tersebut pada tanggal 8 Juni.
Tak terasa almanak masehi sudah menunjuk tanggal 22 dan belum ada kabar tentang keluarnya visa. Sempat berkecil hati (tepatnya berputus asa). Mungkin memang belum waktunya untuk bisa menjejakkan kaki di tanah Eropa. Akhirnya dicobalah usaha terakhir, mengirimkan email kepada panitia conference untuk mengontak kedutaan Perancis di Jakarta, sekedar “mengintervensi” visa kami. Mudah-mudahan berhasil. Dan, alhamdulillah, Allah bener-bener ngasih rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka. Di hari-hari menjelang keberangkatan, ada balasan email dari panitia yang mengabarkan bahwa visa kami sudah beres dan sedang dalam proses pengiriman.
Akhirnya, Soekarno Hatta 26 Juni pukul 18.30, kami meninggalkan Indonesia menuju Malaysia. Pesawatnya transit dulu di Kuala Lumpur sebelum menuju Paris. Pukul 21.30 waktu Malaysia, kami sudah sampai. Ketika membaca tiket, kami harus segera menuju gate C15 untuk melanjutkan perjalanan. Hampir 2 jam lamanya menunggu. Dan ketika boarding, petugas yang memeriksa tiket mengatakan bahwa kami salah gate. Seharusnya kami menuju ke gate G8. What????? Pucat pasilah kami. Gimana nggak?? Wong jelas2 di tiket tuh tertulis bahwa gate ke Paris adalah C15. Akhirnya bapak petugas menelepon petugas G8 dan mengatakan kepada kami untuk segera menuju ke gate tersebut. Tanpa berpikir panjang, langsung lah kami berlari. Alhamdulillah, pas shuttle bandara sedang akan berangkat. Turun dari shuttle, langsung lari lagi. Pokoknya lari, sekencang-kencangnya. Di boarding G8, kami dipelototin sama petugas bandara. Hahahaa. Bodo amat lah. Yang penting kekejar nih pesawat. Masuk ke pesawat, masa bodo juga diliatin orang lain. Ternyata nih pesawat cuma nungguin kami buat berangkat. Hwehehe… Keren juga
Efek dari berlarian baru dirasakan saat perjalanan. Kepala ama badan masuk angin gak jelas. Mungkin karena perpindahan suhu yang ekstrim dari panas berkeringat ke dinginnya udara AC. Duduk pun rasanya gak karuan. Dibawa tidur ternyata nggak menyelesaikan masalah. Wah, pokoknya bener-bener nggak karuan!! Setelah turun dari pesawat, 11 jam perjalanan, barulah badan ini agak mendingan. Kebantu juga ama suhu bandara yang hangat (untuk tidak dibilang panas). Jam 6.10 kita sampai di Charles de Gaulle, Paris. Bonjour!!! 🙂 Bandaranya tak terlalu istimewa. Di bawah ekspektasi kita lah. Kayaknya mendingan bandara Kuala Lumpur atau Changi. Tapi, tak apalah. Ini Paris bo!!! 😀
Setelah diperiksa passpor dan visa, kami segera mencari bagian informasi, untuk menanyakan cara bagaimana kami bisa sampai ke hotel. Kami tidak berniat memakai taksi. Selain harganya lebih mahal, naik taksi malah tidak menikmati perjalanan. Kami sepakat menggunakan metro, sejenis KRL di Jakarta. Tiketnya lumayan mahal, 8,4 euro (sekitar 120 ribu). Perjalanan menuju stasiun metro terdekat hotel kami sekitar 1 jam karena harus berganti kereta. Keluar dari stasiun, kami segera mencari lokasi hotel. Kami bertanya kepada petugas stasiun dengan bahasa inggris. Eh, kok malah dijawabnya pake bahasa Perancis. Waduh… Puyeng juga nih. Mana ngerti?? Y udah lah, ambil nekat aja. Berbekal peta kami coba cari sendiri. Di persimpangan sempat bingung. Ngeliat ada bule lewat, coba nanya lagi. Alhamdulillah, bule yang ini bisa bahasa inggris. Kita ikutin deh apa yang dikatakan bule itu. Alhamdulillah, 30 menit kemudian kita sudah sampai di depan hotel. Mungkin kalo di Indonesia, lebih tepatnya disebut losmen. Ukurannya relatif kecil soalnya.
Oh ya, sempat ketemu mahasiswa S3 Indonesia di metro bandara. Beliau ini S1 Paramadina. Baru sampai ke Paris bareng istrinya. Baru menikah beberapa waktu yang lalu, katanya. Ambil geopolitik di kampus di Paris. Lupa nama kampusnya. Sempat cerita macam-macam. Dan cukup memberikan gambaran awal tentang Paris. Bahkan, sempat dikasih saran buat memperpanjang tinggal di Paris. Hwahaha, sayang gak mungkin. Masih banyak urusan yang harus diselesaikan di Indonesia. Okeh, bagian pertama cukup sekian. Kita akan berlanjut di bagian kedua, nanti 🙂

Tulisan ini adalah bagian pertama dari empat rangkaian tulisan tentang pengalaman, kesan, dan segala sesuatu yang mengiringi proses perjalanan saya ke Paris (26 Juni-3 Juli). Tujuan keberangkatan ke Paris ini adalah untuk menghadiri suatu conference tentang Knowledge Discovery yang diselenggarakan oleh ACM (Association Computing Machinery). Mengingat adanya niat, tetapi tiadanya biaya, akhirnya kami mengajukan proposal ke KAUST (kampus S2 kami) supaya mau menanggung segala kebutuhan kami menuju ke sana. Proposal diajukan pada akhir April. Dan alhamdulillah, pada pertengahan Mei mendapatkan jawaban lewat email bahwa proposal kami di-approve. Kemudian bersegeralah kami menyiapkan segala sesuatunya, mulai dari pendaftaran, pencarian hotel, visa, asuransi dan segala hal lainnya. Tantangan pertama datang dari prosesi pembayaran untuk registrasi, hotel dan asuransi. Semuanya harus dibayarkan melalui kartu kredit. Alamaaak… mana punya kita kartu kredit. Tabungan aja seada-adanya 🙂 Alhamdulillah, Allah membantu dengan mengetuk hati salah seorang keluarga untuk rela meminjamkan kartu kreditnya kami gunakan.

Continue reading

Buat yang Masuk UI

Ada titipan info dari rekan PPSDMS yang jadi anggota Majelis Wali Amanat UI:

“bagi teman2 yg sudah diterima masuk UI melalui jalur SIMAK dan PPKB, jangan khawatir dengan biaya yang dituliskan di web UI. teman2 hanya akan diminta membayar sesuai kemampuan. sehingga angka2 yg ada pada situs adalah angka2 untuk mereka yg penghasilan orang tuanya diatas 77juta per bulan.
hingga hari kmrn, jumlah peserta lulus SIMAK UI yg sudah menyerahkan berkas baru sekitar 50%. sementara berkas sudah harus disetor teakhir pada tgl17april2009. hal ini diantaranya disebabkan informasi pada web UI yg sgt tidak informatif sehingga mengesankan masuk UI hrs membayar UP sebesar 5-25 juta dan BOP per semester 5-7,5juta. padahal sesungguhnya peserta didik hanya diwajibkan membayar sesuai kemampuannya.
Jangan nyerah gitu aja, yah.. ^_^” (Dimas NA, MWA UM UI).

-mohon disebarkan-

Dua Buku

Jarang banget saya membaca novel. Apalagi yang berbau-bau melankolis. Alasan pertama, mungkin karena saya laki-laki. Jadi, hal-hal semacam itu, menurut saya pribadi, terlalu cengeng atau terlalu lembek. Alasan kedua, bacaan novel jarang dipakai buat referensi. Berbeda dengan buku-buku umum yang bisa jadi acuan buat karya tulis atau pas bikin tulisan-tulisan ringan. Alasan ketiga, pengalaman saya baca beberapa buku novel, sangat cepat dibaca. Gak butuh waktu berhari-hari bisa selesai. Dan selesai dibaca, buku itu tergeletak begitu saja. Sayang banget kan? Udah beli mahal-mahal, cuma digituin doang 🙂

Tapi, ada sentuhan aneh ketika saya membaca dua novel berbeda karya Tere Liye, “Moga Bunda Disayang Allah” dan “Bidadari-Bidadari Surga”. Dua novel ini berhasil menyihir, atau lebih tepatnya membobol, kerasnya hati saya. Inilah novel yang bisa kembali menyadarkan saya tentang arti hidup, kenyataan, mimpi, dan perjuangan. Empat kata yang selama ini menjadi ruh dalam setiap langkah. Kata-kata yang saya yakini, bahwa untuk itulah Allah menjadikan saya ada di bumi ini.

Cinta Itu Memberi, Hidup Itu Berkontribusi

Dua klausa itu, entah kenapa, tiba2 terngiang-ngiang di kepala saya. Klausa pertama, saya temukan di rubrik terakhir majalah Tarbawi, goresan tangan Anis Matta. Bener-bener ngerasa tertampar dan termotivasi. Klausa kedua, diperoleh dari pengalaman tinggal 4 tahun di kampus dan 2 tahun di PPSDMS. Ini lebih ngresep karena dari pengalaman nyata. Pengalaman organisasi. Pengalaman kuliah. Dan juga pengalaman interaksi.

Berarti ketika kita menegasikan dua klausa itu, menjadi “mengambil berarti tidak cinta, mandeg berarti sudah mati”. Wah, saya (kita) ada di posisi mana nih ya? Hmmm…

Alhamdulillah…

Udah lama sih. Tapi daripada tidak sama sekali, kan lebih baik terlambat :). Alhamdulillah, Allah telah memudahkan jalan saya untuk melanjutkan sekolah lagi di KAUST. Pengumumannya diperoleh dari lulusnya nilai IBT TOEFL yang saya ambil. Sekitar awal Februari lalu lah. Tapi, baru keinget untuk posting di sini sekarang. 🙂

Saya mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan doa teman2 yang memudahkan Allah membukakan banyak pintu rahmat-Nya. Mohon doanya pula supaya Allah melancarkan urusan saya sebelum keberangkatan, saat di sana, dan ketika pulang dari sana. Mudah-mudahan ilmu yang diperoleh bermanfaat buat umat ini seperti apa yang sudah kami ikrarkan. Aamiin…

Perjalanan Cinta (part II)

Alhamdulillah, akhirnya setelah berjuang mengajukan proposal ke sana sini, ada beberapa pihak yang menyanggupi untuk mendanai kelanjutan cerita sebelumnya, khususnya Refi yang sudah memesan isi cerita untuk bagian kedua ini. Hwehehe…

Kisah di bagian ini akan dimulai dari tempat tinggal Refi yang kami singgahi selama kami di Lampung. Setelah menghabiskan hidangan yang disuguhkan, kami ngobrol ngalor ngidul sambil nunggu giliran mandi. Nggak terasa sudah masuk waktu Dzuhur. Kami bareng2 sholat di masjid depan rumah Refi. Karena kami musafir, kami sepakat untuk men-jama’ sholat Dzuhur dan Ashar. Nah, sepulang dari masjid, kami mengobrol dengan bapaknya Refi. Beliau sempat menanyakan mengapa kami tadi sholat dua kali di masjid. Kami menjawab saja bahwa kami melakukan sholat jama’ Dzuhur dan Ashar. Beliau terlihat lega dengan jawaban kami. Beliau khawatir kalo kami termasuk golongan2 aneh yang sering merebak belakangan ini.

Continue reading

Perjalanan Cinta (part I)

Sesuai yang saya duga, pas baca judulnya, pasti pikirannya sudah melayang-layang tak tentu arah. (hahaha, sotoy mode: on). Judul tulisan ini mungkin cuma sedikit kaitannya sama isinya. Ntar dilihat aja langsung di isinya. Tapi, tanpa mengesampingkan materi pelajaran bahasa Indonesia tentang pentingnya penentuan judul untuk sebuah tulisan, judul di atas adalah upaya provokatif, hehehe. Ini baru bagian pertama. Yah, sekitar setengah perjalanan lah. Nah, setengahnya lagi ada di bagian II. Biar seru gitu… hehehe…

Jadi sebenarnya di tulisan ini, saya mau menceritakan perjalanan tiga hari ke Lampung dari hari Jumat-Ahad, tanggal 6-8 Agustus. Ini bukan sekedar melancong. Ini juga bukan sekedar refreshing atau sebangsanya. Tapi, perjalanan ini untuk menghadiri resepsi pernikahan seorang teman seasrama di PPSDMS. Zhajang namanya. Alumni FEUI yang ngakunya bekerja sebagai Asisten Wakil Direktur di Danamon Syariah Pusat. Hehehe, tau tuh bener nggak. Nah, si beliau ini berhasil menggaet Ambar, anak Lampung yang sudah lulus dari FIK UI dan sekarang lagi menjalani masa profesi.

Continue reading

Short Story from My Trip, In Singapore

Saya mau sharing-sharing pengalaman saat melancong ke Singapura nih selama kurang lebih 4 hari, 7-10 November 2008. Sebenernya tujuan keberangkatan saya ke sana ada dua. Pertama adalah buat wawancara beasiswa KAUST. Kedua adalah menghadiri recognition event para penerima beasiswa KAUST dari asia pasifik. Undangan ke Singapuranya sih udah dari lama, sekitar awal Oktober. Tapi, kepastian berangkatnya baru awal-awal November. Nggak tau kenapa, tapi konfirmasi e-ticketnya baru awal November gitu.

Saya berangkat ke bandara hari jumat jam 3 siang bareng temen dari Fasilkom UI. Sampe bandara Soekarno Hatta sekitar jam 5 sore. Macet banget jalan ke bandaranya. Kami turun di terminal 2, di pintu D2. Sudah menunggu di sana 6 orang teman. Kami sholat ashar dulu. Sebelum masuk boarding, penyakit narsisnya pada muncul. Biasa, foto2 gak jelas di bandara. Hehehe…

Continue reading

Renungan Syawal

Entah harus bersikap apa setelah Ramadhan tahun ini selesai. Haruskah sedih? Ataukah bergembira? Sedih karena berpisah dengan bulan yang begitu mulia. Bulan penuh barokah. Bulan yang menjadi latihan terbaik bagi jiwa-jiwa yang mengaku bahwa di dalam hatinya, meskipun cuma sebiji atom, percaya bahwa Allah itu ada beserta segala kekuasaan-Nya. Sedih karena ternyata ternyata ada tuntutan di bulan-bulan berikutnya untuk bisa membuktikan hasil pelatihan Ramadhan.

Apakah tilawah yang dulu berjuz-juz di Ramadhan akan terus berlanjut di Syawal ini? Akankah infaq ataupun shadaqoh itu masih tetap istiqomah? Yakinkah penjagaan diri dari berprasangka itu menjadi salah satu jalan hidup kita? Ataukah semuanya itu cuma sekedar numpang lewat? Cuma sebulan. Hanya ketika Tuhan menjanjikan begitu banyak balasan, sedangkan di bulan lain tidak?

Continue reading

Memori Wisuda Fakultas

Hmm, sebenernya pengen posting ini dari lama. Tapi, baru bisa terealisasi sekarang karena kendala teknis dan nonteknis, hehehe… Jadi ceritanya gini, waktu saya dan temen2 fasilkom wisuda tingkat fakultas kemaren 29 Agustus 2008, saya diberikan tugas nih sama panitia (tepatnya sih Arya hehe…) buat ngasih sambutan sebagai perwakilan wisudawan/wisudawati.

Pertama kali baca sms itu, shock juga. Sapa sih saya?? Kenapa bukan Mahendra misalnya. Dia kan Mapres Utama Fasilkom 2008. Atau mungkin temen2 lain yang sudah punya prestasi di tingkat nasional dan internasional. Dan jumlah mereka tidak sedikit. Tapi, kemudian saya menyadari bahwa ini adalah amanah. Lantas saya buang semua pikiran prasangka itu. Apapun alasannya, masa bodo lah. Yang paling penting adalah saya sanggup menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-baiknya.

Continue reading