Sunset Bersama Rosie

Bagiku waktu selalu pagi. Di antara seluruh potongan 24 jam, bagiku pagi adalah waktu terindah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan, ketika harapan-harapan baru merekah seiring kabut yang mengambang di pesawahan hingga pegunungan. Pagi, berarti satu hari lagi yang melelahkan telah terlampaui

Tak banyak novel yang pernah saya baca mengesankan. Salah satu novel itu adalah Sunset bersama Rosie. Tere Liye mengemasnya apik. Menguras hati. Tentang kesempatan. Bahwa sekian lama kebersamaan sejak kecil, tak menjamin engkau akan memilikinya.

Tere Liye berhasil mengaduk emosi pembacanya. Sebuah keluarga yang terkoyak dengan empat putri yang kuat. Anggrek yang bijaksana. Sakura yang cerdas. Jasmine yang paling baik hatinya. Dan Lili yang penurut. Semua terangkum dalam kisah cinta yang kompleks, tapi bukan picisan.

Ini juga tentang kebesaran jiwa. Hidup memang keras. Dan tak semua masa lalu selalu indah. Tak perlu kau melupakannya. Karena jelas itu akan menyiksa jiwa dan fisikmu. Berdamailah dengannya. Sulit memang. Tapi, dengan itu, kau akan menjadi lebih merdeka.

Ini juga tentang kehangatan. Bahwa cinta dan kasih terbesar harusnya lahir dari lingkungan keluarga. Dengan kebersamaan keluarga, problem, kesedihan, kekecewaan lebih ringan dijalani.

Melalui novel ini, saya menyadari bahwa orang dewasa seharusnya banyak belajar dari anak kecil. Mencari kekuatan, inspirasi, dan kebahagiaan.

Jadi, silakan menikmati buku ini. Mungkin perspektif Anda berbeda dengan apa yang saya rasakan. Tak mengapa. Justru dari situlah hidup terasa lebih mengasyikkan 😀

Hati-Hati dari Dosa

Bismillah, #ngaji kita mulai… 🙂 #pakesarung #pasangpeci. Materi #ngaji ini saya peroleh dari kiriman MP3 seorang teman dari Tegal.

MP3 itu berisi tentang seseorang yang mengajukan pertanyaan kepada seorang kyai. Pertanyaannya sederhana sekali, “kenapa sih hidup ini penuh krisis, banyak orang miskin, ngantri BBM?”. Dengan santainya sang kyai ini menjawab, “Sebenarnya tujuan kita diciptakan oleh Allah SWT, Dia gak pengen buat kita miskin”. “Allah juga nggak pengen buat kita susah. Bahkan sebaliknya, Allah menciptakan kita hanya dengan dua tujuan: yang pertama, dimuliakan. yang kedua, dimanja”.

Continue reading

Lima Syair

Lima Syair tentang Warisan Harta

(I)
Inilah syair pertama tentang secercah sejarah
Mengenai nabi Muhammad menjelang wafat
Ketika sakit beliau sudah terasa berat
Pada tabungannya yang sedikit jadi teringat
Menyedekahkannya belumlah lagi sempat
Maka Rasulullah berkata pada Aisyah
‘Aisyah, mana itu ashrafi?
Sedekahkanlah segera di jalan Allah
Berikanlah secepatnya pada orang tidak berpunya
Bila masih ada harta kutinggalkan
Di rumahku ini, pasti itu bakal jadi rintangan
Dan aku tak aman menghadap Tuhan.”
Sesudah tabungan itu dibagikan
Maka wafatlah beliau dengan aman

(II)
Inilah syair kedua tentang Khalid bin Walid
Perwira tinggi yang amat gagah berani
Seorang jenderal pertempuran yang sejati
Caranya mati dia sesali sendiri
Karena bukan gugur di medan pertempuran
Tapi karena sakit, mati di atas dipan
Mengenai harta benda yang dia tinggalkan
Hanya tiga jenis macamnya:
Sebilah pedang
Seekor kuda
Dan seorang pembantu rumah tangga

(III)
Inilah syair ketiga tentang Umar yang perkasa
Yang pernah menaklukkan Persia dan Roma
Yang kilatan pedangnya menggoncang kerajaan demi kerajaan
Yang perkasa, kaya serta berkuasa
Tetapi sesudah dia tiada lagi bernyawa
Warisannya cuma sehelai baju
Terbuat dari kain yang kasar
Dan uang lima keping
Seharga lima dinar

(IV)
Inilah syair keempat tentang Aurangzeb
Penguasa imperium Mughal di India
Luas dan jaya kerajaannya
Adil serta merata kemakmurannya
Dan ketka dia pergi menghadap Tuhan
Dia meninggalkan dua warisan
Pertama, uang sebanyak empat rupi dua anna
Hasil penjualan kopiah jahitannya
Kedua, uang sebanyak 305 rupi
Upah menyalin Quran dengan tangan
Dan semua itu ke mana pergi
Pada rakyat yang miskin habis dibagi-bagi

(V)
Inilah syair kelima tentang Sultan Shalahuddin
Pahlawan perang yang sangat harum namanya
Raja dari kawasan yang amat luasnya
Sultan dari kerajaan yang sangat makmurnya
Dan dia, pada hari wafatnya
Tidak mewariskan harta benda suatu apa
Karena seluruhnya sudah habis disedekahkannya
Pada kawula fakir miskin yang lebih
memerlukannya
Sehingga biaya pemakamannya
Adalah urunan dari sahabat-sahabatnya
Dan ada rakyat yang datang menyumbang batang-batang jerami
Untuk membuat batu bata
Sebagai pagar dari makamnya

*dikutip dari puisi karya Taufik Ismail

Bakso Khalifatullah

Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya, Pak Patul mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobaknya, sebagian ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.

“Selalu begitu, Pak?”, saya bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.

“Maksud Bapak?”, ia ganti bertanya.“Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?”

Continue reading

Jenderal Terbaik

Beberapa, mungkin juga banyak, dari kita sering mengabaikan bahwa sebuah proses itu memang harus dijalani. Bukan satu dua hari. Tidak lah instan. Nggak mungkin sekali usaha langsung berhasil dan sukses gemilang.

Saya, juga Anda yang mau berhasil, ya harus melewati tahapannya. Pengusaha sukses ya tahapannya mau bekerja keras. Berani jualan sendiri. Bukan cuma ngomong “pengen bisnis ini, bisnis itu”, atau sekedar berwacana dan mengurusi analisis bisnis di atas kertas.

Continue reading

Terima Kasih

Sebuah kebiasaan unik yang rutin saya lakukan ketika di UI adalah mengucapkan terima kasih ketika turun dari bis kuning. Sebetulnya simpel saja. Karena saya tak punya sepeda motor, bus kuning adalah transportasi yang paling masuk akal bagi mahasiswa dengan kantong cekak seperti saya. Rutinitas ini bagi Anda atau mungkin orang lain, terasa biasa saja. Namun, bagi saya, dan pengguna bus kuning UI, ucapan terima kasih itu punya makna spesial.

Ucapan terima kasih itu adalah “balas jasa” dari kebaikan pak supir yang telah mengantarkan kami. Naik bus kuning tak perlu membayar. Itu sudah termasuk dalam biaya semester yang kami bayarkan ke kampus. Dan ketika ucapan “terima kasih” itu terlontarkan kepada pak supir beriringan dengan turunnya kami dari bus, pak supir membalasnya dengan ucapan “sama-sama” atau senyuman manisnya.

Melihat senyuman itu mengajarkan kepada kami bahwa membahagiakan atau menghargai orang selalu bisa dilakukan dengan cara sederhana. Namun, acapkali saya sering lupa untuk mempraktekannya. Saya sering lupa untuk berterima kasih kepada orang lain. Juga kepada diri saya sendiri.

*terinspirasi dari tulisan ini


Menata Birokrasi dengan Teknologi Informasi

alhamdulilillah, tulisan ini terpilih sebagai tulisan terbaik kedua dalam Lomba Karya Tulis HUT Korpri ke-40 Kabupaten Tegal tahun 2011. semoga menjadi pendorong kita, mewujudkan birokrasi yang baik di negeri ini. aamiin….

Dalam konteks negara Indonesia, institusi pemerintahan memiliki target untuk mencapai empat poin tujuan yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945. Keempat tujuan tersebut adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Namun, institusi pemerintahan tersebut ternyata belum mampu menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan baik. Alih-alih mempermudah dan membantu masyarakat dalam menyelesaikan permasalahannya, institusi-institusi tersebut seringkali merepotkan masyarakat dengan berbagai pelayanan yang buruk, seperti lamanya proses administrasi, mahalnya biaya pelayanan, hingga maraknya praktek suap, korupsi, dan kolusi di dalamnya.

Continue reading

Menipu Diri

Kalau Anda tak punya duit banyak, kemudian hidup sederhana, biasa saja, itu memang sudah sewajarnya. Begitu pula ketika Anda punya uang yang, tak perlulah melimpah, lebih dari yang biasanya saja, kemudian Anda menampilkan kelebihan itu, bisa lewat pakaian, dandanan, jenis makanan, kendaraan, atau lainnya, memang itu ya manusiawi.

Golongan orang yang jarang betul saya temui adalah orang yang secara harta, ia melimpah, lebih dari cukup, tapi penampilannya sangat sederhana. Bahkan kita akan menyangka, dia tidak lebih kaya dari kita. Tipe orang seperti ini luar biasa dalam perspektif saya.

Naluri manusia, cenderung untuk menampilkan segala kelebihan yang dimiliki. Dan menahan untuk menunjukkan bahwa, eh saya ini orang kaya lho, artinya orang seperti ini berhasil mengendalikan nafsu tampil-nya. Sulit betul. Godaannya luar biasa beratnya.

Di negeri ini, saya justru lebih sering melihat yang sebaliknya. Ketika orang-orang yang sebetulnya tak mampu, harus berjuang ekstra keras untuk menunjukkan kepada orang di lingkungannya, bahwa dia ini mampu lho. Metodenya ya bermacam-macam. Dari berhutang, menindas, korupsi, memeras. Tujuannya cuma satu. Demi gengsi. Padahal, dia sedang menipu dirinya sendiri.

Posted from WordPress for Android

Ngebolang di Bandung

Kali ini, untuk kesekian kalinya saya melakukan perjalanan ke Bandung. Yang berbeda sekarang, saya berniat backpacker kecil-kecilan. Jakarta-Bandung tentu bukan jarak yang jauh. Tapi, bagi pemula yang jarang jalan-jalan seperti saya, ini penting untuk melatih kenekatan 🙂

Perjalanan ini tidak saya saya tempuh sendiri, tetapi berdua dengan seorang teman, sebut saja namanya Indra. Awalnya kami berencana untuk berangkat Sabtu sore karena saya masih ada tugas kantor hingga Sabtu siang. Tapi, ternyata acaratersebut bisa selesai pada hari Jumat jam 12 malam. Jadi, kami mengubah rencana keberangkatan menjadi Sabtu pagi.

Continue reading