Universitas Tukang Becak

sebuah refleksi, saya temukan dari sini. selamat menikmati

Sedulur-sedulur. Pernah merasa atau tidak mahasiswa yang kuliah itu akhirnya untuk apa? Untuk mencari kerja kan? Untuk bekerja kan? Mula-mula mereka akan jadi manusia bekerja, kemudian akan jadi manusia pekerja, kemudian manusianya hilang dan hanya jadi “pekerja”. Ini kemudian menghilangkan beberapa fitrah kemanusiaan, contoh: “lebih suka membaca buku daripada membaca kenyataan hidup. Salah satu akibatnya adalah lebih menggembor-gemborkan mengenai kerja dan karir daripada membuka lapangan kerja. Karir lebih utama dari membuka hajat hidup orang banyak. Anda kerja di BUMN lebih mulia daripada rumah kecil home industry (nang Tegal contone) sing menghidupi puluhan wong-wong cilik. Bukankah ini logika yang terbalik?

Continue reading

Ketika Kehilangan

Ada sebuah kabel rol di kosan saya. Tak tahu apa sebabnya, tiba-tiba kabel rol itu mati. Padahal, relatif masih baru saya beli. Mati yang mendadak ini membuat saya kalang kabut. Di kabel rol inilah saya biasa menge-charge handphone dan laptop secara bersamaan. Akibatnya, selama beberapa hari, karena tidak sempat membeli kabel rol lagi, saya kerepotan.

Pentingnya sesuatu itu ternyata ketika kita kehilangannya. Ketika ada, ya sudah kita anggap biasa saja keberadaannya. Memang harusnya di situ, pikir kita. Misalnya, pernahkah kita merasa sungguh-sungguh bahwa Ibu dan Bapak adalah sesuatu yang penting? Mungkin tidak.

Continue reading

Bukan Hanya Hasil

Sejak masih SD, saya sudah jatuh cinta dengan PSIS Semarang. Waktu itu PSIS masih satu-satunya tim dari Jawa Tengah yang berlaga di kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia. Kecintaan saya kepada PSIS ini sudah muncul sebelum PSIS jadi juara liga Indonesia. Dan perasaan cinta itu terus berlanjut saat ini, termasuk ketika PSIS degradasi tepat setahun setelah menjadi kampiun liga Indonesia.

PSIS tentu kalah tenar dibandingkan dengan Persija, Arema, Persib, Persipura atau klub-klub besar Indonesia lainnya. Juga jelas kalah kelas permainannya dibandingkan Barcelona, MU, Munchen, AC Milan, dan sebagainya. Tapi, PSIS punya tempat tersendiri di hati saya.

Continue reading

Prestasi Hidup

Suatu ketika, salah seorang teman membantah pendapat saya. Katanya, prestasi seorang mahasiswa tak harus lewat gelar juara atau penghargaan, seperti seleksi Mahasiswa Berprestasi, PKM, ataupun kompetisi yang lainnya. Yang paling penting, katanya, dia bisa jadi seorang mahasiswa yang konsisten dengan target yang telah ditetapkannya. Apapun bentuknya. Maka sebetulnya, kata teman saya ini, orang seperti ini sudah layak disebut berprestasi.

Hingga pada lain waktu, saya mengetahui bahwa dia telah menjadi salah satu pemenang di kompetisi yang skalanya tak besar. Ia bangga bukan main. Berulang kali dia ceritakan tentang kemenangannya itu. Hadiahnya tak cukup besar, tapi dia senang karena dia populer. Orang-orang telah mengenalnya karena prestasinya itu. Bahkan, akhirnya saya tahu bahwa dia sekarang malah getol ikut kompetisi yang lainnya.

Continue reading

Kerupuk Gado-Gado

Bahkan saya tidak tahu namanya. Seorang pedagang gado-gado di dekat kosan saya. Umurnya setengah baya. Keberadaannya belum menjadi perhatian yang menarik bagi saya. Hingga pada suatu waktu, ketika saya sedang menikmati gado-gadonya saya tersipu malu.

Kerupuk yang ada di piring saya sudah habis saat itu. Saya pikir, oh ya sudah. Sudah habis kerupuknya. Selesai. Tapi, tiba-tiba beliau menawarkan kepada saya kerupuk tambahan. “Silakan Mas, ditambah kerupuknya”. Saya terkejut. Dalam hati bergumam, kalau menawarkan sekali seperti ini sih biasa. Namun, saya kembali terkejut ketika jatah kerupuk inipun habis, dia datang kembali. Menawarkan kerupuk tambahan lagi.

Continue reading

Sejenak di Biak

Akhir Ramadhan lalu, Allah kasih kesempatan buat saya untuk menjejakkan kaki di salah satu pulau timur Indonesia, di tanah Biak. Saya memang punya keinginan untuk bisa menjelajahi, mungkin tidak semuanya, pelosok wilayah di negeri ini. Tanah yang amat luas. Bentangan lebarnya setara dengan Eropa. Pulau-pulaunya tersebar, menyimpan misteri eksotis yang sulit ditemukan bandingannya di belahan bumi lain.

Di Biak, saya bersama tim Bosscha dan Lapan menginap di wisma LAPAN Biak. Dari bandara, wisma yang sekompleks dengan LAPAN ini, sebetulnya tidak terlalu jauh. Namun kami harus memutar dengan mobil, menembus Subuh gerimis pagi itu, setelah tiba dari perjalanan 6 jam pesawat Jakarta-Makassar-Biak.

Continue reading

Dusta Teori Gujarat Van Hurgronje

Assalamu’alaikum semua… ketemu lagi dengan #ngaji. Mohon maaf lama tidak nongol di dunia pertwitteran 🙂

#ngaji malam ini mau berbagi cerita tentang sejarah islam di nusantara. Sumbernya saya ambil dari eramuslim digest edisi ke-9. Nama subjudul di buku itu fenomenal menurut saya, “Dusta Teori Gujarat Van Hurgronje” :). Jadi, teori yang sering kita kenal selama ini menyatakan bahwa Islam masuk di nusantara berasal dari Gujarat.

Teori itu didasarkan pada catatan Marcopolo pada 1292 yang singgah di Sumatera Utara dan menemukan kampung muslim. Juga penemuan nisan makam Sultan Malik al-Shaleh yang berangka 1297 M. Teori ini dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje, orientalis Belanda yang mengaku-aku masuk Islam. Ironisnya oleh Kemdiknas, teori racun ini dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dan dijadikan pembenaran tunggal.

Continue reading

Mengapa 30 Agustus?

Ada beberapa orang yang menanyakan kepada saya tentang pilihan mengapa saya memilih merayakan idul fitri pada 30 Agustus, berbeda dengan keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Paling tidak ada 4 alasan berikut ini yang dapat saya ungkapkan.

1. Wujudul Hilal
Dari berbagai metode yang ada, saya cenderung sepakat dengan metode wujudul hilal. Artinya, berapapun tinggi hilal, sepanjang hilal sesuai dengan hisab sudah berada di atas ufuk (lebih dari 0 derajat), maka sudah masuk bulan baru pada malam itu.

Continue reading

Lebih Baik Anda Jadi Kafir

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Saya pernah nekat menjawab pertanyaan orang di sebuah forum. “Cak, gimana supaya azab Tuhan itu tidak berkepanjangan: banjir, tsunami, gempa, bom, musim kering, dan macam-macam. Solusinya apa Cak supaya Tuhan ini nggak marah?”

Saya nekat menjawab yang pasti dimarahin banyak orang jawaban saya ini. “Saya kira kok sebaiknya penduduk Indonesia ini kafir semua. Mungkin selamat”. Wah, bener. Saya dimarahi semua anggota forum.

Saya ulang pernyataan saya tentang perawan tempo hari. “Putri Anda maunya tidak dikawini orang, tidak dicintai siapa-siapa, jadi perawan sampe tua. Ataukah dikawinin, dikasih I love you, tapi dimain-mainkan. Anda lebih suka yang mana?”

“Saya lebih milih yang pertama. Mending anak saya tidak kawin daripada kawin, tapi dimain-mainin”

“Dan begitulah sikap tuhan, mending anda jadi kafir, dosa anda cuma satu. Daripada anda jadi muslim, jadi orang beragama, tapi Anda main-main dengan Tuhan”

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

*dicatat dari rekaman catatan kehidupan Emha Ainun Nadjib, yang disiarkan di Delta FM

Percaya Siapa?

Pernah seseorang datang kepada saya, menawari saya untuk berinvestasi di sebuah usaha. Kalau dihitung, setahun bisa dapat 20% lebih banyak dari modal yang saya setorkan pertama kali. Penawaran ini sangat menarik karena jauh di atas nilai inflasi, apalagi suku bunga bank. Tidak perlu lama berpikir, maka saya pun setor modal. Yang nominalnya mencapai tujuh digit dalam rupiah

Suatu waktu ada permohonan bantuan yang datang kepada saya. Tentang anak sekolah yang butuh bantuan untuk membayar biaya sekolahnya yang lama menunggak. Saya perlu waktu lama untuk menentukan, akan menyumbang ataukah tidak. Kalau tidak, tentu saya harus membuat alasan yang kuat sehingga terasa wajar bahwa saya memang layak untuk tidak membantu. Akhirnya, saya menyumbang. Tapi dalam angka yang jauh lebih rendah dari apa yang saya alokasikan untuk usaha, pada kasus sebelumnya.

Saya tahu bahwa yang namanya infaq, shodaqoh, zakat atau apapun itu sudah dijanjikan ganjaran yang luar biasa banyaknya. Sudah dipastikan. Bisa sepuluh kali lipat. Tujuh puluh kali lipat. Tujuh ratus. Bahkan sampai tidak terhingga. Dibandingkan dengan kelebihan 20% dan ketidakpastiannya, pada kenyataannya saya memilih mengeluarkan lebih banyak untuk balasan yang lebih sedikit dengan tingkat pengembalian yang belum terjamin. Saya lebih percaya rekan kerja saya daripada Tuhan saya sendiri. Semoga hanya saya. Anda tidak.

Posted from WordPress for Android