Salah Kaprah Ber-Ramadhan

Mau menuliskan ulang, berbagi #ngaji kemarin dari twitter saya, @akhdaafif. Semoga bermanfaat 😀

malem-malem ketemu lagi dengan #ngaji nih 🙂 semoga Allah masih kasih kita keberkahan dalam kesehatan. aamiin…

bentar lagi insya Allah masuk ke bulan Ramadhan. sudah siap beramal di dalamnya? #ngaji

nggak cuman puasa aja lho. kalo Ramadhannya masih cuma mikir puasa dari Subuh sampe Maghrib, ya sayang banget #ngaji
Continue reading

Untuk Adik Kecilku di Depok

Saya pernah ada pada masa-masa seperti kalian. Saat pertama kali saya jauh dari orang tua. Saat saya mulai berlajar mandiri sepenuhnya. Saat saya hadir di lingkungan baru, yang saya tak tahu apakah tempat ini yang akan menjadi persinggahan berikutnya.

Saya pernah ada pada masa-masa seperti kalian. Saat beban tergantung sangat di pundak. Ketika pilihan setelah SMA ini akan menentukan seperti apa saya pada 5, 10, 15 tahun yang akan datang.

Continue reading

Jebakan Popularitas

Bagi saya, popularitas itu bonus. Yang paling utama itu ya pemikiran, sikap, dan perbuatan yang dilakukan. Kalau semuanya itu benar, juga dilakukan sesuai proporsinya, popularitas itu akan datang dengan sendirinya.

Jadi, tak perlu tim sukses untuk membangun citra kebaikan atau membentuk empati publik. Atau membuat topeng semu, seolah-olah kita baik dan perhatian. Sia-sia. Kasihan. Energinya habis hanya untuk berkamuflase.

Dan saat popularitas itu datang sebagai bonus, jangan sampai kita terperdaya. Akhirnya kita abai terhadap esensi. Bahwa hidup harus terus menerus diisi dengan kebaikan. Bukan sekali dua kali. Lantas berhenti.

Kalaupun popularitas itu tidak hadir, tak perlu risau. Kebaikanmu tetap tercatat dengan rapi di diari-Nya.

Penantian

Tinggal beberapa hari lagi, masa itu akan datang. Saya tidak bisa memastikan, bahkan kepada diri saya sendiri, apakah sudah 100% saya siap memasukinya.

Yang saya tahu, saya sudah memilih. Dalam kamus hidup saya, memilih itu artinya sudah siap menanggung semuanya. Pahit manisnya. Baik buruknya. Semuanya.

Semoga Allah memberkahi pilihan ini, memantapkan niat baik ini, dan membukakan pintu-pintu kebaikan atasnya. Aamiin…

Yang Diberkahi

“duit yang didapet dari korupsi, keluarnya pasti nggak bener. duitnya cepet habis. siap-siap aja anaknya kena narkoba. keluarganya berantakan”

Saya tersenyum getir mendengar sentilan teman itu. Kalau ditanya ‘apa iya bener begitu?’, saya juga nggak yakin bener. Sekeyakinan saya, apa yang diperoleh dari cara yang nggak bener, hasilnya nggak bakalan diberkahi.

Jadi, teman saya ini ternyata menyentil jauh lebih dalam dari yang saya duga pada awalnya. Bukan hanya tentang saya dan korupsi. Sentilan ini adalah peringatan bagi siapa saja di ranah manapun.

Objek yang diraih bukan hanya uang; ia bisa berwujud kedudukan, jabatan, nilai di sekolah, nilai di kampus, juga penghargaan dan pujian.

Ranahnya tak terbatas di pemerintahan. Sebagai pedagang, dosen, peneliti, pengusaha, atlet, tukang becak, supir beserta bermacam profesi lainnya punya potensi yang sama terjangkiti.

Bahaya ini mengintai di setiap diri kita. Waspada saja tidak cukup. Modal utamanya adalah bersyukur dan qanaah (menerima apa yang kita miliki saat ini). Karena dengan keduanya, kita tahu bahwa yang kita dapat dan yang tidak, ada campur tangan Allah di dalamnya.

Mengapa Menulis?

Saya menulis karena mengasyikkan. Itu yang membuat saya bisa bertahan nge-blog, meskipun jamannya sudah berganti ke facebook, twitter, linkedln, myspace. Saya tidak ingat kapan tepatnya saya mulai merasa dunia menulis ini menyenangkan. Sama seperti ketika Anda hobi berbelanja dan merasa baik-baik saja menghabiskan ratusan ribu untuk sekali waktu. Juga tak beda dengan gamer yang betah berlama-lama di depan laptop bermain online game.

Tidak jelas juga genre menulis saya. Kalau membuka postingan lama di blog ini, senyum-senyum sendiri. Ada yang serius banget, karena postingannya adalah tulisan artikel yang harus saya submit di program beasiswa yang saya ikuti. Ada yang malah aneh banget, bahasanya acakadul nggak karuan 😀 Tapi, setelah dilihat-lihat lagi, tulisan saya pun berproses. Menuju ke arah yang lebih dewasa. Dengan diksi yang lebih kolaboratif dan tema-tema yang lebih beragam. Jadi, saya tak perlu meyesali postingan saya yang lama-lama kan? 😀

Continue reading

Inilah Waktunya

Dulu berulang kali pertanyaan serupa terlintas di benak saya: kapan seseorang itu harus menikah?

Fakta empirisnya beragam ternyata. Ada yang menikah pada usia muda, kemudian berhasil dalam mengelola rumah tangganya. Mereka bilang, segeralah menikah, mau tunggu apa lagi?

Sebagian menikah pada usia yang, relatif, matang dan mereka pun berhasil. Kata mereka, disiapkan dulu bekalnya, karena nikah bukan urusan main-main lho.

Yang lebih membingungkan lagi, beberapa yang menikah muda, kemudian keluarganya berantakan, juga tidak sedikit jumlahnya. Yang sudah kenal lama dan akhirnya menikah pada usia yang lebih matang, tidak menjamin juga akan bertahan. Beberapa kolaps dan pisah di tengah jalan setelah menikah.

Hingga suatu waktu, saya mulai memahami. Mungkin keliru. Tapi, nanti pada suatu waktu, hati, jiwa, raga, dan pikiran kita akan mengirimkan sinyal. Pertanda bahwa, ‘ya, inilah waktunya!’ Saya, Anda, atau yang lainnya tidak tahu kapan munculnya. Yang bisa kita lakukan adalah mengusahakan jalan untuk memunculkannya.

Kebahagiaan

Apa definisimu tentang kebahagiaan? Dapat nilai tinggi di kelas? Masuk jurusan dan kampus bergengsi? Berhasil memperoleh beasiswa? Bekerja di kantor besar dengan gaji menggiurkan?

Bagi bapak pemulung dengan gerobaknya yang saya jumpai tadi siang, bahagia itu tersurat jelas saat terik siang, ia minum dari botol bekas air mineral yang entah sudah diisi ulang untuk kesekian kalinya.

Juga ketika malam hari, ia bisa tertidur lelap di dalam gerobaknya, di pinggir jalan, dengan ratusan nyamuk selokan yang mengelilinginya.